Ledakan Kreatif Manusia (seri seni rupa)
Dalam kehidupan sehari-hari, kita tak bisa lepas dari perpaduan titik, garis, bidang dan warna yang membentuk sebuah citra dan arti, yang kita namakan dengan ‘gambar’ (picture/image). Baik dalam bentuk sederhana pada rambu lalu lintas, hingga bentuk yang lebih menarik pada pakaian, hiasan rumah, aksesori, maupun pada benda-benda lain di sekitar kita.
Bagaimana seandainya gambar tidak pernah ada dalam hidup kita? Jauh di masa prasejarah, selama lebih dari 100.000 tahun yang lalu, begitulah hidup manusia. Tidak ada gambar sama sekali. Imageless.
Hingga sekitar 35.000 tahun lalu dalam sejarah peradaban, manusia mulai menciptakan gambar untuk mencitrakan dan mengartikan sesuatu. Oleh para arkeolog, periode ini disebut ‘ledakan kreatif’ (creative explosion period)
Pada tahun 1879, seorang arkeolog amatir bernama Marcelino De Sautuola dan putrinya Maria, menemukan lukisan/gambar sekumpulan Auroch (sejenis lembu ox yang sudah lama punah) di goa Altamira, Spanyol Utara. Penemuan ini tidak dipercaya keasliannya karena gambar-gambar di goa tersebut terlalu bagus untuk seniman prasejarah.
Hingga beberapa dekade ke depan, penemuan-penemuan lukisan goa terjadi. Salah satu gambar tertua yang paling terkenal adalah gambar di goa Lascaux, Perancis yang ditemukan pada tahun 1940. Dinding goa tersebut penuh dengan gambar mammoth, bison, rusa kutub dan kuda. Diduga alat-alat yang digunakan untuk melukis adalah tulang berbentuk datar sebagai palet, alang-alang atau bulu digunakan sebagai kuas dan tumbuh-tumbuhan digunakan sebagai sumber pewarna.
Kembali pada definisi gambar. Gambar adalah perpaduan titik, garis, bidang dan warna yang dikomposisikan untuk mencitrakan sesuatu. Bagaimana manusia yang tidak pernah melihat gambar sebelumnya, terpikir untuk menciptakan gambar dan darimana asal muasal ide untuk menciptakan sebuah gambar?
Pada abad ke-20, Henri Breuil, seorang pastur Perancis yang juga merupakan pakar terkemuka dalam seni goa, menyatakan teori bahwa sama seperti seniman-seniman di masa kini yang menggambar ulang keadaan lingkungan di sekitarnya, seniman-seniman prasejarah juga menggambar/melukiskan kehidupan lingkungan di sekitarnya. Dalam hal ini adalah berburu. Menurutnya, seniman prasejarah memiliki kepercayaan bahwa, gambar-gambar hewan tersebut akan membantu mereka untuk memperoleh banyak hewan buruan.
Namun, teori ini gagal karena tulang belulang di sekitar goa yang diduga adalah hewan buruan dan makanan manusia prasejarah, bukanlah merupakan tulang hewan-hewan yang digambarkan di dinding goa, yang pada awalnya diduga sebagai gambar hewan buruan. Selain itu, para seniman pada zaman ini menggambar di goa yang sempit dan gelap, yang tentu saja jauh dari perhatian manusia pemburu lainnya, yang juga ingin memperoleh banyak hewan buruan.
Beberapa tahun lalu, muncul sebuah gagasan revolusioner untuk memecahkan pertanyaan tersebut. Terinspirasi dari lukisan-lukisan serupa yang tampak seperti gambaran berburu, yang dibuat oleh suku San atau biasa dikenal dengan Bushmen beberapa ratus tahun lalu, di tebing Drakensberg, Afrika Selatan.
Salah seorang peneliti lukisan goa, David Lewis Williams menjabarkan, suku San percaya bahwa manusia hidup dapat meninggalkan tubuh dan berjalan mengunjungi dunia roh. Hal ini terjadi ketika dalam keadaan trans (trance) atau biasa disebut dengan kesadaran yang berubah. Tradisi ini biasa dilakukan oleh tabib dari suku San untuk menyembuhkan salah satu anggota keluarga suku tersebut. Ternyata, lukisan suku San beberapa ratus tahun lalu tersebut bukanlah menggambarkan kehidupan sehari-hari. Tetapi merupakan pengalaman halusinasi mereka ketika sedang berada dalam keadaan trans.
Teori baru muncul, berdasarkan kesamaan pola lukisan yang terdapat pada lukisan suku San yang hanya berusia ratusan tahun di Afrika, dengan pola lukisan beribu-ribu tahun lalu di Eropa. Kesamaan tersebut selain objek utama merupakan hewan yang kuat juga bentuk pola-pola lain seperti bulat-bulat, garis-garis zig-zag dan bintik-bintik yang tampak digambarkan seperti motif di dinding goa.
Lalu apa yang menyebabkan manusia di lokasi dan waktu yang berbeda dapat menciptakan bentuk gambar yang sejenis? David Lewis Williams kemudian menyatakan, jawabannya adalah pada kesamaan otak seniman tersebut.
Dr. Dominic Ffytch dari Institute of Psychiatry di London menyatakan bahwa, ada bagian otak yang dapat mempengaruhi visualisasi seseorang, terlepas dari riwayat kesehatan matanya. Untuk membuktikan hal ini, sukarelawan diminta mengenakan sepasang kacamata khusus yang dapat menstimulus bagian visual pada otak, dengan mata tertutup. Kacamata khusus tersebut tersambung dengan komputer yang mengatur jumlah kilatan cahaya yang diberikan pada sukarelawan tiap detik. Stimulus yang diberikan pada otak tersebut menyebabkan sukarelawan dapat ‘melihat’ bentuk walaupun dengan mata tertutup. Pola yang dilihat sama, seperti bulatan, warna-warni spektrum, garis-garis, kotak hitam putih dan jaring-jaring.
Ffytch menerangkan, hal ini bisa terjadi karena tampaknya ada bagian otak kita yang mewakili bentuk-bentuk/pola-pola tersebut. Siapapun yang bagian otaknya tersebut terstimulus, maka akan memperoleh visual serupa. Dalam keadaan trans, bagian otak ini pulalah yang juga terstimulus. Begitu pula ketika mata dalam keadaan ‘lemah’ seperti tertutup atau di ruang gelap, bagian otak ini akan terstimulus dan dapat melihat pola-pola yang sama ketika berada dalam keadaan trans.
Hal inilah yang menjelaskan, kenapa lukisan suku San bisa berpola sama dengan para seniman prasejarah yang melukis di goa gelap yang sempit. Para seniman prasejarah, kehilangan kemampuan indera matanya ketika berada di dalam goa gelap dan otaknya terstimulus untuk berhalusinasi. Itulah mengapa para seniman yang masuk ke dalam goa tanpa cahaya sama sekali, mungkin melihat bentuk-bentuk yang sama. Halusinasi ini didukung pula oleh pengalaman kebudayaan mereka, yang juga berperan penting sebagai referensi penciptaan visualisasi tersebut. Yaitu hewan-hewan kuat yang dikagumi seperti Aurochs di Spanyol, Mamot di Perancis dan Eland di Afrika.
Lahirnya gambar pertama kali bukan dari pikiran tiba-tiba oleh manusia, melainkan dari mengenali bentuk dan citra yang dibuat oleh otaknya yang diproyeksikan ke dinding. Para seniman prasejarah tersebut kemudian mengukir visi-visi yang tercipta di kepala mereka tersebut di dinding goa.
Gambar kemudian berkembang mengikuti perkembangan peradaban manusia menjadi sebuah karya seni dalam berbagai kategori. Lukisan, film dengan gambar bergerak (animasi) dan lain sebagainya.
Referensi:
BBC series, How Art Made The World
Berbagai sumber lain: http://netsains.com/2009/08/lahirnya-gambar-dan-mengapa-manusia-menciptakannya/
Sumber gambar: www.wikipedia.org
Film produksi BBC (2005), sebuah dokumenter yang dipandu dr. Nigel Spivey. Prolognya disekitar 3 menit pertama, disampaikan:
“Gambar mendominasi kita. Cerita yang luar biasa tentang bagaimana kita manusia menemukan kekuatan citra, dan bagaimana citra mencipta dunia yang kita tinggali sekarang”
Film berjudul HOW ART MADE THE WORLD, cukup banyak menyajikan nama orang, tempat, teori, angka tahun, dan data-data lain. Sedikit sulit memulai menulis resume dokumenter seperti ini, menyusun dan merangkai gambaran umum atau pun pelengkapnya yang disampaikan dalam film.
Dimulai dengan bertanya-tanya bagaimana kelahiran gambar? Bagaimana itu mungkin terjadi?
Film ini kemudian membahas kegiatan menggambar manusia purba paling awal, di dinding gua. Evolusi tubuh dan otak manusia secara sempurna seperti tubuh kita saat ini terbentuk pada 150 ribu tahun yang lalu. dalam perkembangannya, 35 ribu tahun yang lalu adalah waktu kemunculan gambar pertama kali. Setelah sekitar 100 ribu tahun manusia hidup tanpa gambar, sejarah kemudian mengalami yang dalam film ini disebut 'ledakan kreativitas'. Awal masa itu terjadi di gua-gua Eropa. Sederhanakah gambar-gambarnya? Terlihat dari gambar-gambarnya sepertinya tidak. Bahkan di film disampaikan pendapat Piccaso tentang pencapaian kualitas gambar (gua Pech Morle, Prancis) pada masa lampau tersebut: Piccaso bilang: “kita tidak belajar apa-apa”. Dunia mengetahui pertama kali mengenai lukisan gua melalui bangsawan Spanyol bernama Maria dan ayahnya yang juga merupakan arkeolog amatir, Marcelino De Sautola. Berupa gambar Lembu Ox, di gua Alamira pada musim gugur 1979. Henry Breuil memberikan tanggapan awal soal aktifitas manusia tersebut sebagai aktifitas menggambar objek keseharian mereka, seperti berburu, dan dapat dimengerti sebagai gambar hewan-hewan. Ia berpendapat menggambar sebagai ritual untuk meningkatkan hasil buruan. Sayangnya hewan yang digambar tidak terkait pada kegiatan buru berburu yang ia duga. Misalnya di Spanyol, masyarakat purba mengkonsumsi Kijang bukan Lembu Ox dan di Prancis mengkonsumsi kambing bukan Mamot berbulu atau pun Bison dan Kuda. Analisa terbaru tersebut akhirnya menjadi sebuah pertimbangan.
Lebih jauh, tentang paradigma baru abad ini menegenai kemunculan gambar, kemudian muncul pertanyaan: bagaimana itu semua mungkin? Apa motif dibalik inisitif menggambar mereka? Dan jawaban yang coba diajukan adalah: pengalaman rohani, alam trans, halusinasi, dan bersifat imajiner. Keperluan khusus dianggap sebagai alasan yang menimbulkan inisiatif menggambar mereka. Dari gambar di pegunungan Drakensberg di Afsel, Prof. David Lewis Williams berpendapat gambar-gambar manusia purba, seperti juga suku San, bukanlah gambar keseharian. Ini dipertegas oleh catatan San Bushman sebagai sumber terakhir mengenai prodak visual suku San, yaitu visual-visual yang didapat melalui pengelaman seniman San di dunia trans (tidak nyata). Eland (semacam hewan buruan) digambar dengan posisi terkapar di batu Drakensberg karena merupakan gambaran yang didapat manusia San di dunia trans. Lebih jauh lagi, secara tegas citra tersebut dianggap sebagai sesuatu yang dihasilkan otak dan kemudian diproyeksikan ke dinding. Dan ini berkaitan dengan halusinasi dan budaya. Meski dipengaruhi keseharian yaitu budaya, gambar yang mereka buat bukan gambar alam atau kenyataan. Mereka menciptakan visi mereka, yang bisa juga dibahasakan dengan halusinasi. Budaya dan keseharian berpengaruh pada pemilihan hewan-hewan penting. Misalnya Eland di suku San Afrika, Kuda dan Bison di gua Prancis. Menurut Dominic Ffytche, psikiater di London, menggambar di Gua memiliki kecenderungan yang sama dengan kondisi Trans. Otak manusia memiliki bagian visual yang memungkinkan seseorang mendapatkan halusinasi. Di gua, informasi pada system visual yang sedikit masuk ke otak tapi dibarengi banyak subjek, mengakibatkan didapatnya visual-visual abstrak sperti yang digambar manusia purba. Halusinasi mengalami perkembangan pada benda-benda yang dianggap penting dan hadir dalam budaya si manusia purba. Karena halusinasi ini bersifat 2 dimensi, manusia purba menghadirkan pengalaman tersebut dan mampu menggambarkannya dengan baik.
Dan 12 ribu tahun yang lalu masa dimana manusia berhenti melukis didalam gua, di Turki Selatan bukit Gilbeklitapey menjadi lokasi terjadinya revolusi agrikultur. Perlunya menyediakan makanan dalam jumlah yang banyak untuk membangun monument pemujaan. Puingnya penuh gambar dikarenakan sumbangan imajinasi masa-masa sebelumnya, lukisan gua. Artinya setelah cara membuat diketahui, gambar akan berkembang. Kegiatan menggambar telah terukir di otak. Meski begitu, dijelaskan juga bagaimana tempat menjadi penting dalam kegiatan menggambar. Disampaikan juga, gambar di Gilbeklitapey sangat lebih jelas terlihat pada malam hari dengan penerangan api.
Kemudian ada kalimat-kalimat yang menarik diakhir film:
“Karya seni telah berkarakter kuat di otak manusia sehingga membawa perubahan terbesar dalam sejarah manusia. Kini dunia modern kita didominasi oleh gambar-gambar, dengan cara yang tak pernah terbayangkan oleh nenek moyang kita. Apa kata mereka pada citra yang berpengaruh, yang dipancarkan keseluruh dunia dan dilihat oleh jutaan orang? Tapi tak satupun ini akan terjadi tanpa orang ribuan tahun lalu mendapat ‘wahyu’ bahwa garis, bentuk, dan warna dapat menangkap dunia.”
Film dokumenter ini memang menghadirkan suatu perspektif kritis mengenai kehadiran bentuk rupa dalam aktifitas dan hidup manusia. Harus diakui bentuk-bentuk visual merupakan unsur penting dalam setiap perubahan yang terjadi. Film ini tentu bisa menambah daftar pertanyaan kita misalnya saja bagaimana posisi kehadiran visual saat ini. Film ini dan segala konten-nya tentu merupakan sumbangan berharga untuk perkembangan lebih lanjut tentang studi visual.
http://bunxu.multiply.com/journal/item/8
DESAIN GRAFIS; Sebuah Pengantar
Definisi Desain Grafis: adalah salah satu bentuk seni lukis (gambar) terapan yang memberikan kebebasan kepada sang desainer (perancang) untuk memilih, menciptakan, atau mengatur elemen rupa seperti ilustrasi, foto, tulisan, dan garis di atas suatu permukaan dengan tujuan untuk diproduksi dan dikomunikasikan sebagai sebuah pesan. Gambar maupun tanda yang digunakan bisa berupa tipografi atau media lainnya seperti gambar atau fotografi.Desain grafis umumnya diterapkan dalam dunia periklanan, packaging, perfilman, dan lain-lain.
Beberapa Pendapat
Menurut Suyanto dalam http://id.wikipedia.org/,desain grafis didefinisikan sebagai ” aplikasi dari keterampilan seni dan komunikasi untuk kebutuhan bisnis dan industri“. Aplikasi-aplikasi ini dapat meliputi periklanan dan penjualan produk, menciptakan identitas visual untuk institusi, produk dan perusahaan, dan lingkungan grafis, desain informasi, dan secara visual menyempurnakan pesan dalam publikasi.
Sedangkan Jessica Helfand dalam situs http://www.aiga.com/ mendefinisikan desain grafis sebagai kombinasi kompleks kata-kata dan gambar, angka-angka dan grafik, foto-foto dan ilustrasi yang membutuhkan pemikiran khusus dari seorang individu yang bisa menggabungkan elemen-eleman ini, sehingga mereka dapat menghasilkan sesuatu yang khusus, sangat berguna, mengejutkan atau subversif atau sesuatu yang mudah diingat.
Menurut Danton Sihombing desain grafis mempekerjakan berbagai elemen seperti marka, simbol, uraian verbal yang divisualisasikan lewat tipografi dan gambar baik dengan teknik fotografi ataupun ilustrasi. Elemen-elemen tersebut diterapkan dalam dua fungsi, sebagai perangkat visual dan perangkat komunikasi.
Menurut Michael Kroeger visual communication (komunikasi visual) adalah latihan teori dan konsep-konsep melalui terma-terma visual dengan menggunakan warna, bentuk, garis dan penjajaran (juxtaposition).
Warren dalam Suyanto memaknai desain grafis sebagai suatu terjemahan dari ide dan tempat ke dalam beberapa jenis urutan yang struktural dan visual.
Sedangkan Blanchard mendefinisikan desain grafis sebagai suatu seni komunikatif yang berhubungan dengan industri, seni dan proses dalam menghasilkan gambaran visual pada segala permukaan.
Kategori Desain Grafis
Secara garis besar, desain grafis dibedakan menjadi beberapa kategori:
1. Printing (Percetakan) yang memuat desain buku, majalah, poster, booklet, leaflet, flyer, pamflet, periklanan, dan publikasi lain yang sejenis.
2. Web Desain: desain untuk halaman web.
3. Film termasuk CD, DVD, CD multimedia untuk promosi.
4. Identifikasi (Logo), EGD (Environmental Graphic Design) : merupakan desain profesional yang mencakup desain grafis, desain arsitek, desain industri, dan arsitek taman.
5. Desain Produk, Pemaketan dan sejenisnya.
Program Pengolah Grafis
Oleh karena desain grafis dibagi menjadi beberapa kategori maka sarana untuk mengolah pun berbeda-beda, bergantung pada kebutuhan dan tujuan pembuatan karya.
1. Aplikasi Pengolah Tata Letak (Layout)
Program ini sering digunakan untuk keperluan pembuatan brosur, pamflet, booklet, poster, dan lain yang sejenis. Program ini mampu mengatur penempatan teks dan gambar yang diambil dari program lain (seperti Adobe Photoshop). Yang termasuk dalam kelompok ini adalah:
- Adobe FrameMaker
- Adobe In Design
- Adobe PageMaker
- Corel Ventura
- Microsoft Publisher
- Quark Xpress
2. Aplikasi Pengolah Vektor/Garis
Program yang termasuk dalam kelompok ini dapat digunakan untuk membuat gambar dalam bentuk vektor/garis sehingga sering disebut sebagai Illustrator Program. Seluruh objek yang dihasilkan berupa kombinasi beberapa garis, baik berupa garis lurus maupun lengkung. Aplikasi yang termasuk dalam kelompok ini adalah:
- Adobe Illustrator
- Beneba Canvas
- CorelDraw
- Macromedia Freehand
- Metacreations Expression
- Micrografx Designer
3. Aplikasi Pengolah Pixel/Gambar
Program yang termasuk dalam kelompok ini dapat dimanfaatkan untuk mengolah gambar/manipulasi foto (photo retouching). Semu objek yang diolah dalam progam-program tersebut dianggap sebagai kombinasi beberapa titik/pixel yang memiliki kerapatan dan warna tertentu, misalnya, foto. Gambar dalam foto terbentuk dari beberapa kumpulan pixel yang memiliki kerapatan dan warna tertentu. Meskipun begitu, program yang termasuk dalam kelompok ini dapat juga mengolah teks dan garis, akan tetapi dianggapa sebagai kumpulan pixel. Objek yang diimpor dari program pengolah vektor/garis, setelah diolah dengan program pengolah pixel/titik secara otomatis akan dikonversikan menjadi bentuk pixel/titik.
Yang termasuk dalam aplikasi ini adalah:
- Adobe Photoshop
- Corel Photo Paint
- Macromedia Xres
- Metacreations Painter
- Metacreations Live Picture
- Micrografx Picture Publisher
- Microsoft Photo Editor
- QFX
- Wright Image
4. Aplikasi Pengolah Film/Video
Program yang termasuk dalam kelompok ini dapat dimanfaatkan untuk mengolah film dalam berbagai macam format. Pemberian judul teks (seperti karaoke, teks terjemahan, dll) juga dapat diolah menggunakan program ini. Umumnya, pemberian efek khusus (special effect) seperti suara ledakan, desingan peluru, ombak, dan lain-lain juga dapat dibuat menggunakan aplikasi ini. Yang termasuk dalam kategori ini adalah:
- Adobe After Effect
- Power Director
- Show Biz DVD
- Ulead Video Studio
- Element Premier
- Easy Media Creator
- Pinnacle Studio Plus
- WinDVD Creater
- Nero Ultra Edition
5. Aplikasi Pengolah Multimedia
Program yang termasuk dalam kelompok ini biasanya digunakan untuk membuat sebuah karya dalam bentuk Multimedia berisi promosi, profil perusahaan, maupun yang sejenisnya dan dikemas dalam bentuk CD maupun DVD. Multimedia tersebut dapat berisi film/movie, animasi, teks, gambar, dan suara yang dirancan sedemikian rupa sehingga pesan yang disampaikan lebih interktif dan menarik.
Yang termasuk dalam kelompok ini adalah:
- Macromedia Authorware
- Macromedia Director
- Macromedia Flash
- Multimedia Builder
- Ezedia
- Hyper Studio
- Ovation Studio Pro
Sumber : http://slametriyanto.net/bagaimana-memulai-belajar-desain-grafis/
"LIHATLAH KE DEPAN !"
Lihatlah ke depan, ke bawah, ke belakang,ke samping dan ke atas
Alkisah ada seorang anak manusia yang ditakdirkan oleh yang maha kuasa, untuk selalu berjalan, berjalan, dan terus berjalan . Kakinya tiada pernah dapat ia hentikan hingga nanti pada akhir hidupnya.
Mula-mula anak tersebut selalu berjalan dengan kepala menunduk ke bawah , karena dilihat bahwa pada tanah yang dipijaknya ditemui banyak sekali kerikil - kerikil tajam, dan tak jarang pula ada duri yang berserakkan . Duri dan kerikil tersebut dapat membuatnya terantuk dan terluka , suatu pengalaman yang sama sekali tidak menyenangkan bagi setiap orang .Tak lama berselang kemudian maka anak tersebut menjadi bosan . karena yang terlihat hanyalah batu, tanah, kerikil, dan duri-duri belaka. Tak ada yang indah ataupun menyenangkan dengan melihat bebatuan tersebut . Ia menjadi jenuh dan menghendaki pemandangan yang lain.
Maka dicobanya sejenak mengalihkan pandangannya ke samping kanan . Dan segera ia menjadi terpana, melihat rekan- rekan sebaya dan senasib yang sama seperti dia . Mereka juga berjalan dan berjalan terus menerus . Dilambaikan kedua tangannya untuk membalas lambaian teman-temannya itu .Dia melihat juga ke sebelah kirinya . Dimana tampak hijau ceria rerumputan yang membentang bagai permadani tak bertepi, rimbun pohon-pohon menghiasi kaki gunung yang tegar , dengan de-daunannya yang menari berdansa bersa-ma sang bayu . Dan kelok-kelok sungai yang meliuk mesra mengikuti alunan gemercik air yang mengalir dari hulu.
Tanpa terasa pandangannya terus terbimbing ke arah atas, dimana kala siang di lihatnya sang matahari dengan iringan para awan, dan kala malam bertaburkan sejuta rasi bintang .
Sekalipun puas dan senang dengan pemandangan ini, namun ada pertanyaan yang mengusik pikiran anak ini . Kenapa yang terlihat cuma satu gunung saja, tidak adakah gunung yang lain ? kenapa pula yang ada cuma padang rumput, pohon, dan sungai yang itu–itu saja . Hanya segitu sajakah isi dunia ini ?Anak tersebut menoleh ke belakang, dan dilihatnya jejak- jejak kaki yang telah dibuatnya . Jejak–jejak tersebut ada yang melangkah ke samping, maju ke depan, mundur ke belakang, atau bahkan berputar-putar tak tentu arahnya . Dan sadarlah anak tersebut bahwa sebenarnya selama ini ia tidak pernah berjalan maju dengan benar . Rupanya karena terpesona dengan alam sekitar, selama ini ia hanya melangkah ke samping, berbelok, berjalan di tempat atau bahkan berputar-putar belaka . Maka ia memutuskan untuk sekali-sekali menyempatkan diri sejenak melihat jejak-jejak kakinya di belakang, agar langkah-langkah yang dibuatnya benar-benar adalah langkah maju !
Hari demi hari berikutnya dilalui anak itu dengan gembira . Dengan bermodalkan pandangan ke samping, ke atas, dan ke belakang ia merasa bahwa dirinya sudah dapat mengendalikan langkahnya dengan benar . Gunung, sungai, pepohonan dan padang rumput silih berganti tampil menghibur dirinya . Setiap saat sekali-kali ia selalu menyempatkan diri untuk menoleh ke belakang guna memastikan langkah-langkahnya . Dunia ini rasanya tidak lagi membosankan .
Sembari menikmati indahnya pemandangan yang berganti dari hari ke hari, anak itu bersiul-siul gembira . Dunia ini seolah bagai sudah dimengerti dan dipahaminya dengan baik . Namun karena gembiranya anak ini menjadi lalai . Tanpa sengaja langkah kakinya terbimbing menuju ke sekerumunan semak duri yang berdaun gatal . Dan terjebaklah anak itu dalam lingkar kesulitan yang tak pernah diduga ataupun dipikirkan sebelumnya . Dengan terengah-engah, tergopoh-gopoh, dan bersusah payah, akhirnya untunglah ia dapat keluar dari kesulitan .
Sekarang anak itu menjadi sadar, bahwa masih diperlukan satu lagi pemandangan agar dapat selalu aman dan selamat, yakni pandangan ke depan ! Maka dengan perasaan lega anak tersebut kembali melanjutkan perjalanan . Dengan melihat ke depan, ia dapat menentukan langkah yang hendak ditujunya dengan benar dan aman . Dengan melihat ke belakang dapat diketahui tentang catatan kemajuan yang telah dibuatnya selama ini, disamping kanan ada pandangan tentang teman-teman seperjuangan, di sebelah kiri terbentang gunung, sungai, hutan, serta padang hijau yang senantiasa berganti dari hari ke hari . Pada pandangan ke atas didapatinya sang matahari yang selalu menyinari bumi, dan rasi bintang selaku pedoman dikala hari malam . Rasanya sudah lengkaplah pandangan yang dimiliki anak tersebut . Bukankah semuanya sudah berada pada posisi yang benar dan sempurna adanya ?
Ketika terasa sakit dan pedih-pedih pada kedua kakinya, anak itu menoleh ke bawah . Dan dilihat bahwa kakinya tergores dan luka . Dicermatinya kembali langkah-langkah yang telah lewat, yang menampakkan jejak kaki terantuk ataupun tertusuk duri. Dicermatinya pula jalan yang ada di depannya . Dan didapatinya bahwa ternyata di depan masih banyak kerikil tajam dan duri yang berserakan yang siap untuk menggores ataupun menancap pada kakinya . ” Haruskah seluruh kerikil dan duri ini disingkirkan dari jalan-ku? Ataukah sebaiknya justru aku yang harus berhati-hati dalam berjalan ? ” Gumam anak itu bertanya dalam hati .
Akhirnya anak itu memutuskan untuk memilih yang terakhir . Dan semakin sadarlah anak itu untuk kesekian kalinya, bahwa dalam perjalanan hidup ini ternyata tidaklah cukup hanya memiliki pandangan ke depan, ke belakang, ke samping, dan ke atas saja, melainkan juga dalam melangkah haruslah pula memperhatikan keadaan tanah yang dipijak .
Dan ketika tiba saatnya bagi anak itu untuk harus meninggalkan dunia fana ini, anak ini meninggalkannya dengan rasa puas dan bahagia . Dari jejak-jejak tapak kakinya tampaklah jelas terukir seluruh perjalan hidupnya . Bagai lukisan sang maestro yang tahu kapan harus menggo-reskan kuasnya dengan tebal ataupun tipis, gelap maupun terang, jejak-jejak itu tampak indah dan mengagumkan dipandang dari kejauhan . Sebuah maha karya yang dibuat dengan penuh kesadaran, langkah demi langkah .
Warna dapat didefinisikan secara obyektif/fisik sebagai sifat cahaya yang diapancarkan, atau secara subyektif sebagai bagian dari pengalaman indera pengelihatan. Secara obyektif atau fisik, warna dapat diberikan oleh panajang gelombang. Dilihat dari panjang gelombang, cahaya yang tampak oleh mata merupakan salah satu bentuk pancaran energi yang merupakan bagian yang sempit dari gelombang elektromagnetik.
Cahaya yang dapat ditangkap indera manusia mempunyai panjang gelombang 380 sampai 780 nanometer. Cahaya antara dua jarak nanometer tersebut dapat diurai melalui prisma kaca menjadi warna-warna pelangi yang disebut spectrum atau warna cahaya, mulai berkas cahaya warna ungu, violet, biru, hijau, kuning, jingga, hingga merah. Di luar cahaya ungu /violet terdapat gelombang-gelombang ultraviolet, sinar X, sinar gamma, dan sinar cosmic. Di luar cahaya merah terdapat gelombang / sinar inframerah, gelombang Hertz, gelombang Radio pendek, dan gelombang radio panjang, yang banyak digunakan untuk pemancaran radio dan TV. Proses terlihatnya warna adalah dikarenakan adanya cahaya yang menimpa suatu benda, dan benda tersebut memantulkan cahaya ke mata (retina) kita hingga terlihatlah warna. Benda berwarna merah karena sifat pigmen benda tersebut memantulkan warna merah dan menyerap warna lainnya. Benda berwarna hitam karena sifat pigmen benda tersebut menyerap semua warna pelangi. Sebaliknya suatu benda berwarna putih karena sifat pigmen benda tersebut memantulkan semua warna pelangi.
Sebagai bagian dari elemen tata rupa, warna memegang peran sebagai sarana untuk lebih mempertegas dan memperkuat kesan atau tujuan dari sebuah karya desain. Dalam perencanaan corporate identity, warna mempunyai fungsi untuk memperkuat aspek identitas. Lebih lanjut dikatakan oleh Henry Dreyfuss , bahwa warna digunakan dalam simbol-simbol grafis untuk mempertegas maksud dari simbol-simbol tersebut . Sebagai contoh adalah penggunaan warna merah pada segitiga pengaman, warna-warna yang digunakan untuk traffic light merah untuk berhenti, kuning untuk bersiap-siap dan hijau untuk jalan. Dari contoh tersebut ternyata pengaruh warna mampu memberikan impresi yang cepat dan kuat.
Kemampuan warna menciptakan impresi, mampu menimbulkan efek-efek tertentu. Secara psikologis diuraikan oleh J. Linschoten dan Drs. Mansyur tentang warna sbb: Warna-warna itu bukanlah suatu gejala yang hanya dapat diamati saja, warna itu mempengaruhi kelakuan, memegang peranan penting dalam penilaian estetis dan turut menentukan suka tidaknya kita akan bermacam-macam benda.
Dari pemahaman diatas dapat dijelaskan bahwa warna, selain hanya dapat dilihat dengan mata ternyata mampu mempengaruhi perilaku seseorang, mempengaruhi penilaian estetis dan turut menentukan suka tidaknya seseorang pada suatu benda. Berikut kami sajikan potensi karakter warna yang mampu memberikan kesan pada seseorang sbb :
- Hitam, sebagai warna yang tertua (gelap) dengan sendirinya menjadi lambang untuk sifat gulita dan kegelapan (juga dalam hal emosi).
- Putih, sebagai warna yang paling terang, melambangkan cahaya, kesucian.
- Abu-abu, merupakan warna yang paling netral dengan tidak adanya sifat atau kehidupan spesifik.
- Merah, bersifat menaklukkan, ekspansif (meluas), dominan (berkuasa), aktif dan vital (hidup).
- Kuning, dengan sinarnya yang bersifat kurang dalam, merupakan wakil dari hal-hal atau benda yang bersifat cahaya, momentum dan mengesankan sesuatu.
- Biru, sebagai warna yang menimbulkan kesan dalamnya sesuatu (dediepte), sifat yang tak terhingga dan transenden, disamping itu memiliki sifat tantangan.
- Hijau, mempunyai sifat keseimbangan dan selaras, membangkitkan ketenangan dan tempat mengumpulkan daya-daya baru.
Dari sekian banyak warna, dapat dibagi dalam beberapa bagian yang sering dinamakan dengan sistem warna Prang System yang ditemukan oleh Louis Prang pada 1876 meliputi :
- Hue, adalah istilah yang digunakan untuk menunjukkan nama dari suatu warna, seperti merah, biru, hijau dsb.
- Value, adalah dimensi kedua atau mengenai terang gelapnya warna. Contohnya adalah tingkatan warna dari putih hingga hitam.
- Intensity, seringkali disebut dengan chroma, adalah dimensi yang berhubungan dengan cerah atau suramnya warna.
Selain Prang System terdapat beberapa sistem warna lain yakni, CMYK atau Process Color System, Munsell Color System, Ostwald Color System, Schopenhauer/Goethe Weighted Color System, Substractive Color System serta Additive Color/RGB Color System.
Diantara bermacam sistem warna diatas, kini yang banyak dipergunakan dalam industri media visual cetak adalah CMYK atau Process Color System yang membagi warna dasarnya menjadi Cyan, Magenta, Yellow dan Black. Sedangkan RGB Color System dipergunakan dalam industri media visual elektro
Sumber : http://www.tipsdesain.com/teoriwarna.html
SENI LUKIS adalah salah satu cabang dari seni rupa. Dengan dasar pengertian yang sama, seni lukis adalah sebuah pengembangan yang lebih utuh dari menggambar. Melukis adalah kegiatan mengolah medium dua dimensi atau permukaan dari objek tiga dimensi untuk mendapat kesan tertentu. Medium lukisan bisa berbentuk apa saja, seperti kanvas, kertas, papan, dan bahkan film di dalam fotografi bisa dianggap sebagai media lukisan. Alat yang digunakan juga bisa bermacam-macam, dengan syarat bisa memberikan imaji tertentu kepada media yang digunakan.
Sejarah umum seni lukis
Zaman prasejarah
Secara historis, seni lukis sangat terkait dengan gambar. Peninggalan-peninggalan prasejarah memperlihatkan bahwa sejak ribuan tahun yang lalu, nenek moyang manusia telah mulai membuat gambar pada dinding-dinding gua untuk mencitrakan bagian-bagian penting dari kehidupan. Sebuah lukisan atau gambar bisa dibuat hanya dengan menggunakan materi yang sederhana seperti arang, kapur, atau bahan lainnya. Salah satu teknik terkenal gambar prasejarah yang dilakukan orang-orang gua adalah dengan menempelkan tangan di dinding gua, lalu menyemburnya dengan kunyahan dedaunan atau batu mineral berwarna. Hasilnya adalah jiplakan tangan berwana-warni di dinding-dinding gua yang masih bisa dilihat hingga saat ini. Kemudahan ini memungkinkan gambar (dan selanjutnya lukisan) untuk berkembang lebih cepat daripada cabang seni rupa lain seperti seni patung dan seni keramik.
Seperti gambar, lukisan kebanyakan dibuat di atas bidang datar seperti dinding, lantai, kertas, atau kanvas. Dalam pendidikan seni rupa modern di Indonesia, sifat ini disebut juga dengan dwi-matra (dua dimensi, dimensi datar).
Objek yang sering muncul dalam karya-karya purbakala adalah manusia, binatang, dan objek-objek alam lain seperti pohon, bukit, gunung, sungai, dan laut. Bentuk dari objek yang digambar tidak selalu serupa dengan aslinya. Ini disebut citra dan itu sangat dipengaruhi oleh pemahaman si pelukis terhadap objeknya. Misalnya, gambar seekor banteng dibuat dengan proporsi tanduk yang luar biasa besar dibandingkan dengan ukuran tanduk asli. Pencitraan ini dipengaruhi oleh pemahaman si pelukis yang menganggap tanduk adalah bagian paling mengesankan dari seekor banteng. Karena itu, citra mengenai satu macam objek menjadi berbeda-beda tergantung dari pemahaman budaya masyarakat di daerahnya.
Pada satu titik, ada orang-orang tertentu dalam satu kelompok masyarakat prasejarah yang lebih banyak menghabiskan waktu untuk menggambar daripada mencari makanan. Mereka mulai mahir membuat gambar dan mulai menemukan bahwa bentuk dan susunan rupa tertentu, bila diatur sedemikian rupa, akan nampak lebih menarik untuk dilihat daripada biasanya. Mereka mulai menemukan semacam cita-rasa keindahan dalam kegiatannya dan terus melakukan hal itu sehingga mereka menjadi semakin ahli. Mereka adalah seniman-seniman yang pertama di muka bumi dan pada saat itulah kegiatan menggambar dan melukis mulai condong menjadi kegiatan seni.
Seni lukis zaman klasik
Seni lukis zaman klasik kebanyakan dimaksudkan untuk tujuan:
• Mistisme (sebagai akibat belum berkembangnya agama)
• Propaganda (sebagai contoh grafiti di reruntuhan kota Pompeii),
Di zaman ini lukisan dimaksudkan untuk meniru semirip mungkin bentuk-bentuk yang ada di alam. Hal ini sebagai akibat berkembangnya ilmu pengetahuan dan dimulainya kesadaran bahwa seni lukis mampu berkomunikasi lebih baik daripada kata-kata dalam banyak hal.
Seni lukis zaman pertengahan
Sebagai akibat terlalu kuatnya pengaruh agama di zaman pertengahan, seni lukis mengalami penjauhan dari ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan dianggap sebagai sihir yang bisa menjauhkan manusia dari pengabdian kepada Tuhan. Akibatnya, seni lukis pun tidak lagi bisa sejalan dengan realitas.
Kebanyakan lukisan di zaman ini lebih berupa simbolisme, bukan realisme. Sehingga sulit sekali untuk menemukan lukisan yang bisa dikategorikan "bagus".
Lukisan pada masa ini digunakan untuk alat propaganda dan religi. Beberapa agama yang melarang penggambaran hewan dan manusia mendorong perkembangan abstrakisme (pemisahan unsur bentuk yang "benar" dari benda).
Seni lukis zaman Renaissance
Berawal dari kota Firenze. Setelah kekalahan dari Turki, banyak sekali ilmuwan dan budayawan (termasuk pelukis) yang menyingkir dari Bizantium menuju daerah semenanjung Italia sekarang. Dukungan dari keluarga deMedici yang menguasai kota Firenze terhadap ilmu pengetahuan modern dan seni membuat sinergi keduanya menghasilkan banyak sumbangan terhadap kebudayaan baru Eropa. Seni rupa menemukan jiwa barunya dalam kelahiran kembali seni zaman klasik. Sains di kota ini tidak lagi dianggap sihir, namun sebagai alat baru untuk merebut kembali kekuasaan yang dirampas oleh Turki. Pada akhirnya, pengaruh seni di kota Firenze menyebar ke seluruh Eropa hingga Eropa Timur.
Tokoh yang banyak dikenal dari masa ini adalah:
• Tomassi
• Donatello
• Leonardo da Vinci
• Michaelangelo
• Raphael
Art nouveau
Revolusi Industri di Inggris telah menyebabkan mekanisasi di dalam banyak hal. Barang-barang dibuat dengan sistem produksi massal dengan ketelitian tinggi. Sebagai dampaknya, keahlian tangan seorang seniman tidak lagi begitu dihargai karena telah digantikan kehalusan buatan mesin. Sebagai jawabannya, seniman beralih ke bentuk-bentuk yang tidak mungkin dicapai oleh produksi massal (atau jika bisa, akan biaya pembuatannya menjadi sangat mahal). Lukisan, karya-karya seni rupa, dan kriya diarahkan kepada kurva-kurva halus yang kebanyakan terinspirasi dari keindahan garis-garis tumbuhan di alam.
sumber pokok:http://id.wikipedia.org/wiki/Seni_lukis
Seni rupa adalah cabang seni yang membentuk karya seni dengan media yang bisa ditangkap mata dan dirasakan dengan rabaan. Kesan ini diciptakan dengan mengolah konsep garis, bidang, bentuk, volume, warna, tekstur, dan pencahayaan dengan acuan estetika.
Seni rupa dibedakan ke dalam tiga kategori, yaitu seni rupa murni atau seni murni, kriya, dan desain. Seni rupa murni mengacu kepada karya-karya yang hanya untuk tujuan pemuasan eksresi pribadi, sementara kriya dan desain lebih menitikberatkan fungsi dan kemudahan produksi.
Secara kasar terjemahan seni rupa di dalam Bahasa Inggris adalah fine art. Namun sesuai perkembangan dunia seni modern, istilah fine art menjadi lebih spesifik kepada pengertian seni rupa murni untuk kemudian menggabungkannya dengan desain dan kriya ke dalam bahasan visual arts.
Senin/ 14 Juni 2010 di SMA Santu Petrus, Jl. KS.Tubun no. 3 Pontianak
1. (ATAS NAMA STUDIO) Nama studio yang mendistribusikan film, missal; Buena Vista, Columbia, Lions Gate, Universal, dll
2. (NAMA PERUSAHAAN PRODUKSI) Nama perusahaan produksi yang benar-benar membuat film ybs
3. (NAMA INVESTOR) Nama kelompok investasi atau perusahaan yang mendanai sebagian besar dari film
4. (PRODUSEN NAMA) PRODUKSI atau / dan (sutradara saja) A FILM BY (nama DIREKTUR kalau di Indonesia yang dimaksud adalah nama SUTRADARA). Kredit direktur utama sering memakai istilah sbb: "sebuah film karya XY atau" film XY "
5. (di BINTANGi) Aktor utama
6. (JUDUL FILM'S)sebaiknya mengenai judul film akan ditampilkan sebelum nama aktor
7. Casting CASTING By. Jika casting dilakukan oleh sutradara maka casting by tidak perlu ditulis kembali
8. PARA PENATA:
- MUSIK penata music. Jika music/ instrument dibuat asli oleh tim film maka dapat ditulis dengan keterangan original music by
-LIGHTINGpenata cahaya
-COSTUM penata busana
-COSMETIK/ MAKE UPPenata rias wajah
9.CINEMATHOGRAFI Cinematography dalam perfilman itu mencakupi angle kamera, lighting dalam set, gerakan kamera (camera motion) dan lainnya yang berhubungan dengan gambar yang ada di dalam film itu. Jadi Cinemathografi by bias merangkup cameramen, fotografer, penata tempat, dan penata cahaya
10. EDITOREditing by. Pihak-pihak yang terkait dengan editing video hasil rekaman shooting
WAYANG salah satu puncak seni budaya bangsa Indonesia yang paling menonjol di antara banyak karya budaya lainnya. Budaya wayang meliputi seni peran, seni suara, seni musik, seni tutur, seni sastra, seni lukis, seni pahat, dan juga seni perlambang. Budaya wayang, yang terus berkembang dari zaman ke zaman, juga merupakan media penerangan, dakwah, pendidikan, hiburan, pemahaman filsafat, serta hiburan.
Menurut penelitian para ahli sejarah kebudayaan, budaya wayang merupakan budaya asli Indonesia, khususnya di Pulau Jawa. Keberadaan wayang sudah berabad-abad sebelum agama Hindu masuk ke Pulau Jawa. Walaupun cerita wayang yang populer di masyarakat masa kini merupakan adaptasi dari karya sastra India, yaitu Ramayana dan Mahabarata. Kedua induk cerita itu dalam pewayangan banyak mengalami pengubahan dan penambahan untuk menyesuaikannya dengan falsafah asli Indonesia.
Penyesuaian konsep filsafat ini juga menyangkut pada pandangan filosofis masyarakat Jawa terhadap kedudukan para dewa dalam pewayangan. Para dewa dalam pewayangan bukan lagi merupakan sesuatu yang bebas dari salah, melainkan seperti juga makhluk Tuhan lainnya, kadang-kadang bertindak keliru, dan bisa jadi khilaf. Hadirnya tokoh panakawan dalam_ pewayangan sengaja diciptakan para budayawan Indonesia (tepatnya budayawan Jawa) untuk memperkuat konsep filsafat bahwa di dunia ini tidak ada makhluk yang benar-benar baik, dan yang benar-benar jahat. Setiap makhluk selalu menyandang unsur kebaikan dan kejahatan.
Dalam disertasinya berjudul Bijdrage tot de Kennis van het Javaansche Tooneel (1897), ahli sejarah kebudayaan Belanda Dr. GA.J. Hazeau menunjukkan keyakinannya bahwa wayang merupakan pertunjukan asli Jawa. Pengertian wayang dalam disertasi Dr. Hazeau itu adalah walulang inukir (kulit yang diukir) dan dilihat bayangannya pada kelir. Dengan demikian, wayang yang dimaksud tentunya adalah Wayang Kulit seperti yang kita kenal sekarang.
Asal Usul
Mengenai asal-usul wayang ini, di dunia ada dua pendapat. Pertama, pendapat bahwa wayang berasal dan lahir pertama kali di Pulau Jawa, tepatnya di Jawa Timur. Pendapat ini selain dianut dan dikemukakan oleh para peneliti dan ahli-ahli bangsa Indonesia, juga merupakan hasil penelitian sarjana-sarjana Barat. Di antara para sarjana Barat yang termasuk kelompok ini, adalah Hazeau, Brandes, Kats, Rentse, dan Kruyt.
Alasan mereka cukup kuat. Di antaranya, bahwa seni wayang masih amat erat kaitannya dengan keadaan sosiokultural dan religi bangsa Indonesia, khususnya orang Jawa. Panakawan, tokoh terpenting dalam pewayangan, yakni Semar, Gareng, Petruk, Bagong, hanya ada dalam pewayangan Indonesia, dan tidak di negara lain. Selain itu, nama dan istilah teknis pewayangan, semuanya berasal dari bahasa Jawa (Kuna), dan bukan bahasa lain.
Sementara itu, pendapat kedua menduga wayang berasal dari India, yang dibawa bersama dengan agama Hindu ke Indonesia. Mereka antara lain adalah Pischel, Hidding, Krom, Poensen, Goslings, dan Rassers. Sebagian besar kelompok kedua ini adalah sarjana Inggris, negeri Eropa yang pernah menjajah India.
Namun, sejak tahun 1950-an, buku-buku pewayangan seolah sudah sepakat bahwa wayang memang berasal dari Pulau Jawa, dan sama sekali tidak diimpor dari negara lain.
Budaya wayang diperkirakan sudah lahir di Indonesia setidaknya pada zaman pemerintahan Prabu Airlangga, raja Kahuripan (976 -1012), yakni ketika kerajaan di Jawa Timur itu sedang makmur-makmurnya. Karya sastra yang menjadi bahan cerita wayang sudah ditulis oleh para pujangga Indonesia, sejak abad X. Antara lain, naskah sastra Kitab Ramayana Kakawin berbahasa Jawa Kuna ditulis pada masa pemerintahan raja Dyah Balitung (989-910), yang merupakan gubahan dari Kitab Ramayana karangan pujangga India, Walmiki. Selanjutnya, para pujangga Jawa tidak lagi hanya menerjemahkan Ramayana dan Mahabarata ke bahasa Jawa Kuna, tetapi menggubahnya dan menceritakan kembali dengan memasukkan falsafah Jawa kedalamnya. Contohnya, karya Empu Kanwa Arjunawiwaha Kakawin, yang merupakan gubahan yang berinduk pada Kitab Mahabarata. Gubahan lain yang lebih nyata bedanya derigan cerita asli versi India, adalah Baratayuda Kakawin karya Empu Sedah dan Empu Panuluh. Karya agung ini dikerjakan pada masa pemerintahan Prabu Jayabaya, raja Kediri (1130 – 1160).
Wayang sebagai suatu pergelaran dan tontonan pun sudah dimulai ada sejak zaman pemerintahan raja Airlangga. Beberapa prasasti yang dibuat pada masa itu antara lain sudah menyebutkan kata-kata “mawayang” dan `aringgit’ yang maksudnya adalah pertunjukan wayang.
Mengenai saat kelahiran budaya wayang, Ir. Sri Mulyono dalam bukunya Simbolisme dan Mistikisme dalam Wayang (1979), memperkirakan wayang sudah ada sejak zaman neolithikum, yakni kira-kira 1.500 tahun sebelum Masehi. Pendapatnya itu didasarkan atas tulisan Robert von Heine-Geldern Ph. D, Prehistoric Research in the Netherland Indie (1945) dan tulisan Prof. K.A.H. Hidding di Ensiklopedia Indonesia halaman 987.
Kata `wayang’ diduga berasal dari kata `wewayangan’, yang artinya bayangan. Dugaan ini sesuai dengan kenyataan pada pergelaran Wayang Kulit yang menggunakan kelir, secarik kain, sebagai pembatas antara dalang yang memainkan wayang, dan penonton di balik kelir itu. Penonton hanya menyaksikan gerakan-gerakan wayang melalui bayangan yang jatuh pada kelir. Pada masa itu pergelaran wayang hanya diiringi oleh seperangkat gamelan sederhana yang terdiri atas saron, todung (sejenis seruling), dan kemanak. Jenis gamelan lain dan pesinden pada masa itu diduga belum ada.
Untuk lebih menjawakan budaya wayang, sejak awal zaman Kerajaan Majapahit diperkenalkan cerita wayang lain yang tidak berinduk pada Kitab Ramayana dan Mahabarata. Sejak saat itulah ceritacerita Panji; yakni cerita tentang leluhur raja-raja Majapahit, mulai diperkenalkan sebagai salah satu bentuk wayang yang lain. Cerita Panji ini kemudian lebih banyak digunakan untuk pertunjukan Wayang Beber. Tradisi menjawakan cerita wayang juga diteruskan oleh beberapa ulama Islam, di antaranya oleh para Wali Sanga. Mereka mulai mewayangkan kisah para raja Majapahit, di antaranya cerita Damarwulan.
Masuknya agama Islam ke Indonesia sejak abad ke-15 juga memberi pengaruh besar pada budaya wayang, terutama pada konsep religi dari falsafah wayang itu. Pada awal abad ke-15, yakni zaman Kerajaan Demak, mulai digunakan lampu minyak berbentuk khusus yang disebut blencong pada pergelaran Wayang Kulit. Sejak zaman Kartasura, penggubahan cerita wayang yang berinduk pada Ramayana dan mahabarata makin jauh dari aslinya. Sejak zaman itulah masyarakat penggemar wayang mengenal silsilah tokoh wayang, termasuk tokoh dewanya, yang berawal dari Nabi Adam. Sisilah itu terus berlanjut hingga sampai pada raja-raja di Pulau Jawa. Dan selanjutnya, mulai dikenal pula adanya cerita wayang pakem. yang sesuai standar cerita, dan cerita wayang carangan yang diluar garis standar. Selain itu masih ada lagi yang disebut lakon sempalan, yang sudah terlalu jauh keluar dari cerita pakem.