WAYANG KULIT- Sejarah singkat

wayang-kulit

WAYANG salah satu puncak seni budaya bangsa Indonesia yang paling menonjol di antara banyak karya budaya lainnya. Budaya wayang meliputi seni peran, seni suara, seni musik, seni tutur, seni sastra, seni lukis, seni pahat, dan juga seni perlambang. Budaya wayang, yang terus berkembang dari zaman ke zaman, juga merupakan media penerangan, dakwah, pendidikan, hiburan, pemahaman filsafat, serta hiburan.

Menurut penelitian para ahli sejarah kebudayaan, budaya wayang merupakan budaya asli Indonesia, khususnya di Pulau Jawa. Keberadaan wayang sudah berabad-abad sebelum agama Hindu masuk ke Pulau Jawa. Walaupun cerita wayang yang populer di masyarakat masa kini merupakan adaptasi dari karya sastra India, yaitu Ramayana dan Mahabarata. Kedua induk cerita itu dalam pewayangan banyak mengalami pengubahan dan penambahan untuk menyesuaikannya dengan falsafah asli Indonesia.

Penyesuaian konsep filsafat ini juga menyangkut pada pandangan filosofis masyarakat Jawa terhadap kedudukan para dewa dalam pewayangan. Para dewa dalam pewayangan bukan lagi merupakan sesuatu yang bebas dari salah, melainkan seperti juga makhluk Tuhan lainnya, kadang-kadang bertindak keliru, dan bisa jadi khilaf. Hadirnya tokoh panakawan dalam_ pewayangan sengaja diciptakan para budayawan In­donesia (tepatnya budayawan Jawa) untuk mem­perkuat konsep filsafat bahwa di dunia ini tidak ada makhluk yang benar-benar baik, dan yang benar-benar jahat. Setiap makhluk selalu menyandang unsur kebaikan dan kejahatan.

nyandraaa

Dalam disertasinya berjudul Bijdrage tot de Kennis van het Javaansche Tooneel (1897), ahli sejarah kebudayaan Belanda Dr. GA.J. Hazeau menunjukkan keyakinannya bahwa wayang merupakan pertunjukan asli Jawa. Pengertian wayang dalam disertasi Dr. Hazeau itu adalah walulang inukir (kulit yang diukir) dan dilihat bayangannya pada kelir. Dengan demikian, wayang yang dimaksud tentunya adalah Wayang Kulit seperti yang kita kenal sekarang.

Asal Usul

Mengenai asal-usul wayang ini, di dunia ada dua pendapat. Pertama, pendapat bahwa wayang berasal dan lahir pertama kali di Pulau Jawa, tepatnya di Jawa Timur. Pendapat ini selain dianut dan dikemukakan oleh para peneliti dan ahli-ahli bangsa Indonesia, juga merupakan hasil penelitian sarjana-sarjana Barat. Di antara para sarjana Barat yang termasuk kelompok ini, adalah Hazeau, Brandes, Kats, Rentse, dan Kruyt.

yangggAlasan mereka cukup kuat. Di antaranya, bahwa seni wayang masih amat erat kaitannya dengan keadaan sosiokultural dan religi bangsa Indonesia, khususnya orang Jawa. Panakawan, tokoh terpenting dalam pewayangan, yakni Semar, Gareng, Petruk, Bagong, hanya ada dalam pewayangan Indonesia, dan tidak di negara lain. Selain itu, nama dan istilah teknis pewayangan, semuanya berasal dari bahasa Jawa (Kuna), dan bukan bahasa lain.

Sementara itu, pendapat kedua menduga wayang berasal dari India, yang dibawa bersama dengan agama Hindu ke Indonesia. Mereka antara lain adalah Pischel, Hidding, Krom, Poensen, Goslings, dan Rassers. Sebagian besar kelompok kedua ini adalah sarjana Inggris, negeri Eropa yang pernah menjajah India.

Namun, sejak tahun 1950-an, buku-buku pe­wayangan seolah sudah sepakat bahwa wayang memang berasal dari Pulau Jawa, dan sama sekali tidak diimpor dari negara lain.

Budaya wayang diperkirakan sudah lahir di Indo­nesia setidaknya pada zaman pemerintahan Prabu Airlangga, raja Kahuripan (976 -1012), yakni ketika kerajaan di Jawa Timur itu sedang makmur-makmur­nya. Karya sastra yang menjadi bahan cerita wayang sudah ditulis oleh para pujangga Indonesia, sejak abad X. Antara lain, naskah sastra Kitab Ramayana Kakawin berbahasa Jawa Kuna ditulis pada masa pemerintahan raja Dyah Balitung (989-910), yang merupakan gubahan dari Kitab Ramayana karangan pujangga In­dia, Walmiki. Selanjutnya, para pujangga Jawa tidak lagi hanya menerjemahkan Ramayana dan Mahabarata ke bahasa Jawa Kuna, tetapi menggubahnya dan menceritakan kembali dengan memasukkan falsafah Jawa kedalamnya. Contohnya, karya Empu Kanwa Arjunawiwaha Kakawin, yang merupakan gubahan yang berinduk pada Kitab Mahabarata. Gubahan lain yang lebih nyata bedanya derigan cerita asli versi In­dia, adalah Baratayuda Kakawin karya Empu Sedah dan Empu Panuluh. Karya agung ini dikerjakan pada masa pemerintahan Prabu Jayabaya, raja Kediri (1130 – 1160).

Wayang sebagai suatu pergelaran dan tontonan pun sudah dimulai ada sejak zaman pemerintahan raja Airlangga. Beberapa prasasti yang dibuat pada masa itu antara lain sudah menyebutkan kata-kata “mawa­yang” dan `aringgit’ yang maksudnya adalah per­tunjukan wayang.

Mengenai saat kelahiran budaya wayang, Ir. Sri Mulyono dalam bukunya Simbolisme dan Mistikisme dalam Wayang (1979), memperkirakan wayang sudah ada sejak zaman neolithikum, yakni kira-kira 1.500 tahun sebelum Masehi. Pendapatnya itu didasarkan atas tulisan Robert von Heine-Geldern Ph. D, Prehis­toric Research in the Netherland Indie (1945) dan tulisan Prof. K.A.H. Hidding di Ensiklopedia Indone­sia halaman 987.

Kata `wayang’ diduga berasal dari kata `wewa­yangan’, yang artinya bayangan. Dugaan ini sesuai dengan kenyataan pada pergelaran Wayang Kulit yang menggunakan kelir, secarik kain, sebagai pembatas antara dalang yang memainkan wayang, dan penonton di balik kelir itu. Penonton hanya menyaksikan gerakan-gerakan wayang melalui bayangan yang jatuh pada kelir. Pada masa itu pergelaran wayang hanya diiringi oleh seperangkat gamelan sederhana yang terdiri atas saron, todung (sejenis seruling), dan kemanak. Jenis gamelan lain dan pesinden pada masa itu diduga belum ada.

Untuk lebih menjawakan budaya wayang, sejak awal zaman Kerajaan Majapahit diperkenalkan cerita wayang lain yang tidak berinduk pada Kitab Ramayana dan Mahabarata. Sejak saat itulah cerita­cerita Panji; yakni cerita tentang leluhur raja-raja Majapahit, mulai diperkenalkan sebagai salah satu bentuk wayang yang lain. Cerita Panji ini kemudian lebih banyak digunakan untuk pertunjukan Wayang Beber. Tradisi menjawakan cerita wayang juga diteruskan oleh beberapa ulama Islam, di antaranya oleh para Wali Sanga. Mereka mulai mewayangkan kisah para raja Majapahit, di antaranya cerita Damarwulan.

Masuknya agama Islam ke Indonesia sejak abad ke-15 juga memberi pengaruh besar pada budaya wayang, terutama pada konsep religi dari falsafah wayang itu. Pada awal abad ke-15, yakni zaman Kerajaan Demak, mulai digunakan lampu minyak berbentuk khusus yang disebut blencong pada pergelaran Wayang Kulit. Sejak zaman Kartasura, penggubahan cerita wayang yang berinduk pada Ramayana dan mahabarata makin jauh dari aslinya. Sejak zaman itulah masyarakat penggemar wayang mengenal silsilah tokoh wayang, termasuk tokoh dewanya, yang berawal dari Nabi Adam. Sisilah itu terus berlanjut hingga sampai pada raja-raja di Pulau Jawa. Dan selanjutnya, mulai dikenal pula adanya cerita wayang pakem. yang sesuai standar cerita, dan cerita wayang carangan yang diluar garis standar. Selain itu masih ada lagi yang disebut lakon sempalan, yang sudah terlalu jauh keluar dari cerita pakem.

Category: 0 komentar

FFKP (Festival Film Kreatif Anak Petrus") 2009

Category: 0 komentar

"menguatkan karakter peran dalam film indie"

Category: 0 komentar

"kreatif-daur ulang, manfaatin barang bekas"

Category: 1 komentar

Tetaer "dibalik topeng"

Category: 0 komentar

berkarya seni kriya, 08/09

Category: 0 komentar

FUNGSI SENI

Sejalan dengan perkembangan jaman dan peradaban manusia maka berkembanglah juga kesenian. Seni menduduki fungsi-fungsi tertentu dalam kehidupan manusia terutama fungsi pemenuhan kebutuhan. Secara umum fungsi seni dapat dibagi menajdi 2 yakni fungsi individual dan fungsisosial.

  1. FUNGSI INDIVIDU

1. Fungsi pemenuhan kebutuhan fisik

Pada hakekatnya manusia adalah mahkluk homofaber yang mempunyai kecakapan untuk apresiasi pada keindahan dan pemakaian benda-benda. Seni terapan memang mengacu pada pemuasan kebutuhan fisik sehingga segi kenyamanan menjadi hal penting. Sebagai contoh seni bangunan, seni furniture, seni pakaian/ textile, seni kerajinan dlll.

2. Fungsi pemenuhan kebutuhan emosional

Seseorang memiliki sifat yang berbeda-beda dengan manusia lain. Pengalaman hidup sesorang sangatlah mempengaruhi sisi emosional/ perasaaanya. Contoh perasaan sedih, letih-lelah, gembira, iba, kasihan, benci, cinta dlll. Manusia dapat merasakan semua itu dikarenakan di dalam dirinya terkandung dorongan emosional yang merupakan situasi kejiwaan pada setiap manusia normal. Untuk memenuhi kebutuhan emosiaonal manusia memerlukan dorongan dari luar dirinya yang bersifat menyenangkan, memuaskan kebutuhan batinnya. Sebagai sontoh karena kegiatan dan rutinitas sehari- hari maka manusia mengalami keletihan sehingga memerlukan rekreasi misalnya menonton hiburan teater, menonton film di bioskop, konser, pameran seni rupa dll. Seseorang yang memiliki pengalaman estetikanya lebih banyak maka ia akan memiliki kepuasan yang lebih banyak pula. Sedangkan seniman adalah sesorang yang mampu mengapresiasikan pengalaman dan perasaaannya dalam sebuah karya seni yang diciptakannya. Hal itu juga diyakini olehnya sebagai sarana memuaskan kebutuhan emosiaonal dirinya.

  1. FUNGSI SOSIAL

1. Fungsi Sosial Seni di bidang Rekreasi

Kejenuhan sesorang karena aktivitasnya sehari-hari membuat sesorang membutuhkan penyegaran diri misalnya diwaktu hari libur mengunjungi tepat-tempat rekreasi obyek wisata (rekreasi alam).Seni juga dapat dijadikan sebagai benda rekreasi misalnya seni teater, pagelaran musik, pameran lukisan, pameran bonsai. Seni sebagai benda rekreasi adalah seni yang mampu menciptakan suatu kondisi tertentu yang bersifat penyegaran dan pembaharuan dari kondisi yang telah ada. Di era globaliasai ini kehadiran seni menadapatkan perhatian yang sangat serius dari banyak pihak (terkait dengan kebutuhan dan nilai ekonomi/ bisnis )

2. Fungsi Sosial Seni di bidang Komunikasi

Pada hakekatnya setiap orang berkomunikasi dengan masnusia lain menggunkan bahasa karena merupakan sarana yang paling efektif, mudah dan cepat untuk dimengerti. Namun begitu bahasa memiliki keterbatasan karena tidaklah mungkin semua orang menghafalkan semua bahasa yanga ada. Oleh sebab itulah dibutuhkan bahasa yang universal; bahasa yang dapat dimengerti oleh semua orang. Seni diyakini dapat dipergunakan demi kepentingan tersebut, misalnya Affandi dapat berkomunikasi dengan orang di seluruh pelosok dunia melalui lukisannya, Shakespeare dapat berkomuniikasi dengan puisi-puisinya dsb. Tampaknya seni menjadi efektif membantu orang untuk berkomunikasi karena seni dapat menembus batasan-batasan bahasa verbal maupun perbedaan lahiriah setiap orang. Hanya melalui seni manusia dapat berkomunikasi dengan dunia di luar dirinya serta melalui seni kita dapat mengenal budaya bangsa lain.

3. Fungsi Sosial Seni di bidang Pendidikan

Pendidikan dalam arti luas dimengerti sebagai suatu kondisi tertentu yang memungkinkan terjadinya transformasi dan kegiatan sehingga mengakibatkan seseorang mengalami suatu kondisi tertentu yang lebih maju. Dalam sebuah pertunjukan seni orang sering mendapatkan pendidikan secara tidak langsung karena di dalam setiap karya seni pasti ada pesan/ makna yang sampaikan. Disadari atau tidak rangsangan-rangsangan yang ditimbulkan oleh seni merupakan alat pendidikan bagi seseorang. Seni bermanfaat untuk membimbing dan mendidik mental dan tingkah laku seseorang supaya berubah kepada kondisi yang lebih baik-maju dari sebelumnya. Disinilah seni harus disadari menumbukan pengalaman estetika dan etika.

4. Fungsi Sosial Seni di bidang Rohani

Kepercayaan religi tersebut terdapat dalam karya-karya moko, neraca, dolmen, menhir, candi pura, bagunan masjid, gereja, ukiran, relief dsb. Manakah yang muncul terlebih dahulu, kepercayaan religi atau seni terlebih dahulu?.Jawabnya tidak tahu secara pasti. Karl Barth berpendapat bahwa sumber keindahan adalah Tuhan. Agama sering dijadikan juga sebagai salah satu sumber inspirasi seni yang berfungsi untuk kepentingan keagamaan. Pengalaman-pengalaman religi tersebut tergambarkan dalam bentuk nilai estetika. Banyak media yang mereka pergunakan. Ada yang memakai suara, gerak, visual dsb. Contoh: Kaligrafi arab, makam, relief candi, gereja dsb.

Category: 6 komentar


MEMAHAMI SENI TEATER

Tujuan: Siswa mengenal, memahami dan mampu menyebutkan sejarah singkat, pengertian dan dasar-dasar seni teater

Dalam Pendidikan Seni Teater, akan ditemui penggunaan istilah drama dan teater. Bagi orang awam, kadang-kadang istilah drama dan teater ini menimbulkan suatu penafsiran yang simpang siur. Oleh karena itu modul ini memberikan penjelasan mengenai pengertian tentang drama dan teater pada bagian awal :

1. Pengertian Drama dan Teater
Secara umum sebenarnya kegiatan drama dan teater itu memiliki pengertian yang sama, yaitu kedua-duanya menampilkan kegiatan berupa tontonan atau pertunjukan kepada penonton (orang banyak). Materi yang dipertunjukanpun sama yaitu mengambil tema kehidupan manusia itu sendiri yang dimainkan oleh para pemain di suatu tempat yang dipertontonkan. Sedangkan yang membedakan antara drama dan teater adalah terletak pada perbedaan ruang lingkup objeknya saja.

1.1 Apakah Seni Drama itu ?
Istilah drama berasal dari bahasa Indonesia. Drama seriing disebut juga dengan istilah Sandiwara( bahasa jawa). Drama merupakan salah satu cabang kesenian dari sekian banyak kesenian yang ada. Drama sering di sebut sebagai seni campuran (combination art) sebab di dalamnya terdapat beberapa unsur seni yang mencakup seni sastra, seni tari, seni rupa (dekoratif), seni musik, seni tata rias. Drama disebut juga sebagai seni peran karena setiap pemain/ aktor harus bisa menampilkan dirinya sesuai peran, karakter dari setiap tokoh cerita yang harus dia mainkan di atas sebuah panggung.
Dalam hal ini banyak sekali istilah-istilah yang dapat dipakai untuk menyebut seni drama berikut jenis-jenisnya; Sandiwara, tonil, lakon, drama komedi, komidi stambul, komidi bangsawan dan sebagainya.
SANDIWARA, arti kata: Sandhi (Sandi = RAHASIA) dan warah (wara = PENGAJARAN). Arti keseluruhan: Pengajaran yang dilakukan secara rahasia / pralambang.Populer sejak zaman penjajahan Jepang (1942-1945). Digunakan untuk menggantikan istilah TONIL (Istilah Belanda: toneel = PERTUNJUKAN ). Dalam perkembanganya banyak orang menyamakan toneel dengan KOMIDI, komidi bangsawan atau STAMBUL. KOMIDI STAMBUL adalah komidi yang membawakan cerita dari negeri Istambul ( bekas ibu kota Turki ). COMEDY ( Inggris = PEMENTASAN YANG LUCU). Kemudian ada istilah DRAMA KOMEDI = pementasan tentang kehidupan manusia yang ceritanya/ lakonnya lucu, banyolan (bdk. humor ), badutan atau mengandung cerita suka/ gembira sedangkan KOMIDI BANGSAWAN = komidi yang dipentaskan untuk orang-orang bangsawan sehingga dalam pementasan-pun sangat memperlihatkan unsur kemewahan. Dalam perkembangan budaya / kesenian adat Jawa muncul istilah lakon LAKON (Jawa = perjalanan / cerita), istilah tersebut hanya dikenal di beberapa daerah seperti: Jawa, Bali, Madura serta daerah lain yang terkena pengaruh Kejayaan Majapahit misalnya Banjarmasim dsk. Istilah tersebut dimunculkan oleh beliau Kanjeng Gusti Pangeran Mangkunegara VII. Dalam perkembangannya orang lebih suka menggunakan istilah TEATER untuk menyebut drama.

Di antara cabang-cabang kesenian, seni sastralah yang erat sekali hubungannya dengan seni drama. Sehingga banyak orang menganggap bahwa seni drama merupakan bagian dari kegiatan seni sastra, alasannya karena di dalam seni drama terdapat kegiatan penulisan lakon drama atau biasa disebut naskah drama, sedangkan naskah drama dapat dikategorikan sebagai salah satu dari hasil sastra. Sementara itu jika ditinjau dari kedudukan kesenian di lingkungan masyarakat, ia merupakan bagian dari kebudayaan.

Ditinjau dari asal katanya, kata drama berasal dari bahasa Yunani Kuno, draomai yang artinya: berbuat, bertindak atau bereaksi. Tetapi ketika pada masa Aehylus (525-456 SM) arti drama mendapat penambahan menjadi kejadian, risalah atau karangan.
Untuk memperjelas arti dan pengertian drama di atas marilah kita tinjau arti drama dalam tiga pengertian :
Arti Pertama : Drama adalah kwalitet komunikasi, situasi, action (segala apa yang terlihat diatas pentas) yang menimbulkan perhatian, kehebatan (exiting) dan ketegangan pada pendengaran penonton.
Arti Kedua : di dasarkan pada beberapa pendapat tentang drama menurut :
1. Moulton, drama adalah : hidup yang dilukiskan dengan gerak (life presented inaction)
2. Brander Mathews, drama adalah : konflik dari sifat manusia merupakan sumber pokok drama.
3. Ferdinand Brutierre, drama adalah : harus melahirkan kehendak manusia dengan action.
4. Balthazar Verhaden, drama adalah : kesenian yang melukiskan sifat dan sikap manusia dengan gerak.
Arti Ketiga : Drama adalah : cerita konflik dalam bentuk dialog yang diproyeksikan pada pentas dengan menggunakan percakapan dan action di hadapan penonton.
Dari beberapa pengertian diatas, maka dapat ditarik suatu kesimpulan guna mempersempit arti drama itu sendiri agar lebih jelas yaitu, drama adalah : “kisah hidup dan kehidupan manusia yang diceritakan diatas pentas, dengan media percakapan, gerak dan laku yang didasarkan pada naskah tertulis (sebagai hasil sastra) dengan atau tanpa layar, musik, nyanyian atau tarian untuk disaksikan penonton.

1.2. Apakah Seni Teater Itu ?
Asal kata bahasa ( Yunani: THEATRON yang diturunkan menjadi THEOMAI berarti = TAKJUB MELIHAT/ MEMANDANG. Akhirnya teater memiliki pengertian sbb :
1. PANGGUNG/ GEDUNG TEMPAT PERTUNJUKAN SANDIWARA (Plato 428-348 SM, Thuoydides 471-395 SM)
2. PUBLIK, AUDITURIUM (Zaman Herodutus 490,480,224 SM)
3. KARANGAN TONIL
4. DRAMA/ SANDIWARA

Pengertian luas
Teater = SEGALA JENIS TONTONAN yang DIPERTUNJUKAN di depan ORANG BANYAK..
Contoh: Wayang orang, Ludruk Srandul, Lenong, Reog dan Akrobat (bdk. Barongsai)

Pengertian sempit:
Teater: KISAH HIDUP (cerita kehidupan ) yang DICERITAKAN di atas PANGGUNG (pentas) DISAKSIKAN ORANG BANYAK dengan media PERCAKAPAN – GERAK - LAKU dengan atau - tanpa DEKORASI didasarkan pada sebuah naskah TERTULIS (hasil seni Sastra) atau secara IMPROVISASI dengan atau - tanpa MUSIK –NYANYIAN-TARIAN.

Jadi, teater merupakan KUMPULAN dari berbagai macam unsur kesenian: SENI SASTRA, SENI TARI, SENI MUSIK, SENI RUPA dsb. Terdapat 4 unsur pokok yang mutlak ada dalam teater yakni IDE CERITA (naskah), PEMAIN (pelaku tokoh), GEDUNG (tempat, panggung, arena) dan PENONTON (audiens). Jika dihilangkan satu saja dari ke empat unsur tersebut maka tidak akan terjadi sebuah pertunjukan teater.

Ditinjau dari asal katanya, teater berasal dari istilah “theatron” yang diambil dari bahasa Yunani Kuno yaitu kata theaomai. Theaomai itu sendiri memiliki dua macam pengertian yaitu :
1. Gedung pertunjukan atau panggung. Pengertian ini telah digunakan sejak zaman Thucydides (471-395 SM) dan Plato (428-348 SM) di Yunani.
2. Publik atau auditorium, digunakan pada masa Heredatus (428-424 SM)
Tetapi pada masa kini pengertian teater tidak hanya sebagai gedung pertunjukkan saja. Sejalan dengan perkembangan zaman, teater telah memiliki arti yang cukup luas dan kompleks, sekaligus melibatkan seluruh kegiatan dan proses kejadian kisah hidup dan kehidupan manusia yang dapat dipertunjukkan di depan orang banyak sebagai penonton. Pertunjukan teater dapat saja berupa wayang orang, ketoprak, ludrug, randai, membai, mayong, rangda, reog, sintren, lenong, tarling, dagelan, bahkan sulapan atau akrobatik.
Berangkat dari pengertian diatas, maka teater secara umum dapat dikatakan sebagai suatu hasil karya ciptaan seni yang medianya berupa cerita yang diperagakan dengan gerak dan suara atau dengan dialog yang disampaikan kepada penonton,
Segala bentuk tontonan dapat dikatakan teater apabila tontonan itu memiliki empat unsur penonton (diuraikan lebih lanjut pada bagian Hakekat Drama). Keempat unsur ini harus terlibat dalam suatu bentuk pementasan, kalau salah satu unsur tidak diikutsertakan, maka pertunjukannya bukan pertunjukan teater.

1.3. Pendekatan Rumusan Drama dan Teater
Dari rumusan drama dan teater diatas, kita dapat menarik suatu kesimpulan bahwa ternyata antara drama dan teater memiliki persamaan terutama dalam bentuk penyajian pementasannya. Dengan kata lain setiap tontanan drama adalah teater, tetapi sebaliknya teater belum tentu dapat dikategorikan drama.
Para pemain dalam pementasan drama selalu mempergunakan naskah untuk membimbingnya, sedangkan para pekerja teater banyak dibimbing oleh cerita serta dengan mudah menampilkan isi cerita dengan improvisasi atau berdialog. Pemain drama harus mampu menganalisa naskah dan menerapkannya dalam pemeranan, sedangkan pemain teater harus dapat memainkan plot cerita yang disepakati bersama dalam bentuk tontonan.

2. Teater Sebagai Kerja Kelompok
Diantara cabang seni lainnya, seni teaterlah yang paling banyak melibatkan unsur-unsur lain bukan saja pelaku-pelaku teaternya tetapi juga unsur-unsur Seni lainnya seperti Seni rupa, seni musik, seni tari dan seni sastra. Selain dari pada itu juga penonton pun merupakan unsur penting yang harus terlibat dalam sebuahi pementasan, karena tanpa penonton sebuah kegiatan teater tidak berarti apa-apa
2.1 Pekerja Teater.
Yang dimaksud dengan pekerja teater disini ialah sekumpulan orang-orang yang terlibat langsung dengan kegiatan produksi sebuah pementasan teater. Di dalamnya ada beberapa bidang yang masing-masing memiliki potensj yang tidak sama namun merupakan satu kesatuan yang sangat penting. Dalam sebuah produksi pementasan teater, tidak boleh ada perasaan bahwa pemain lebih tinggi kedudukannya dan pada penata artistik, tidak dapat pula disebut seorang penata sinar jauh lebih berharga dari seorang tukan kerek layar. Semuanya sama-sana penting, masing-masing memilkij kelebihan sendiri dan masing-masjng saling mengisi untuk mengejar suatu hasil yang maksimal dari produksinya.
Memproduksi pementasan teater merupakan suatu proses dimana seluruh pekera teater menvisualisasikan suatu naskah lakon. Sedangkan orang yang paling bertangung jawab atas tersebut, dimulai dari pemilihan lakon sampai pelaksanaan pementasan adalah Sutradara. Ia adalah orang pertama dalam sebuah produksi teater, dan memiliki tugas mengatur organisasij stafnya. Untuk itu diperlukan perencanaan yang cermat, sebab sukses dan tidaknya pementasan tergantung pada staf yang terorganisir dengan baik, Penuh pengabdian, berkemampuan dan bertanggung jawab dalam menjalankan tugasnya.
Organisasi untuk sebuah produksi pementasan teater akan berbeda-beda tergantung pada ide dan teknik dari masing-masing sutradara dan tuntunan naskah lakonnya. Kadang-kadang sebuah seksi mendapat tugas lebih dari satu dan kadang-kadang pula beberapa seksi tidak perlu dibentuk.

2.2. Hubungan Seni Drama dengan Cabang Seni lainnya.
Pementasan seni drama pada dasarnya merupakan visualisasi dari naskah drama. Sebagai bentuk ungkapan yang terlihat oleh mata sudah tentu menuntut bentuk-bentuk yang konkrit. Bagaimanapun bentuknya sebuah pementasan, pada akhirnya harus menyajikan suatu kualitas pertunjukkan yang menyenangkan pada penontonnya. Apalagi seni drama termasuk salah satu kegiatan seni manusia, yang harus dari padanya melahirkan ekspresi, imajinasi dan keindahan.
Menilik dari unsur-unsurnya, seni drama banyak ditentukan oleh keterlibatan cabang seni lainnya, seperti : seni rupa, seni musik, seni tari dan seni sastra.
Berikut ini diuraikan bentuk keterlibatan dari masing-masing cabang seni diatas terhadap suatu kegiatan drama atau teater ;
1. Seni rupa, banyak dilibatkan dalam kegiatan tata pentas, tata busana, tata rias, dan setting, tata sinar, tata peralatan, pembuatan poster, pembuatan spanduk, pembuatan undangan dan lain-lain. Seni rupa lebih mengutamakan pada segala sesuatu yang bersifat “visual”.
2. Seni Musik, banyak dilibatkan dalam kegiatan tata musik, tata bunyi, tata suara, tata tembang, tata karawitan dan lain-lain. Seni musik lebih mengutamakan pada segala sesuatu yang bersifat “audion”.
3. Seni tari, banyak dilibatkan dalam kegiatan tata gerak, tata tari, pantomim dan lain-lain. Seni tari lebih mengutamakan pada segala sesuatu yang bersifat “gerak-gerik tubuh”.
4. Seni sastra, hampir semua kegiatan drama berasal dari karya sastra misalnya penulisan sastra drama, pengucapan dialog, gaya bahasa, bentuk bahasa dan lain-lain. Seni sastra lebih mengutamakan pada segala sesuatu yang bersifat “cerita atau lakon”.

3. Hakekat Drama
Drama adalah seni dalam bentuknya yang bersifat audio-visual dan bagian dari kesenian. Seni selalu mengabdi pada keindahan. Dan keindahan adalah yang menyenangkan.
Seni drama merupakan hasil pengungkapan pengalaman dan kreatifitas manusia dalam menghayati kehidupan ini. Hasil seni drama selalu berhubungan dengan perasaan dan akhirnya juga membangkitkan semacam perasaan pula terhadap pihak penerima, pendengar, pembaca dan penontonnya. Sebagai kegiatan manusia, seni drama setidak-tidaknya harus cenderung kepada nilai-nilai kemanusian yang luhur dan agung. Apa yang indah dalam suatu drama mempunyai ciri-ciri tertentu. Keindahan ini nilainya relatif tergantung dari tingkat dan intelektualitet dari penikmatnya. Dan sebagai penikmat hasil seni yang baik sudah tentu ia harus memiliki apresiasi seni yang baik pula.
Bahwa drama merupakan seni yang bersifat visual, itu memang jelas. Mati hidupnya, lancar tidaknya, gagal dan berhasilnya sebuah pementasan drama tergantung dari penyajian visualisasi (peragaan) naskah dramanya diatas pentas. Dengan demikian maka drama dalam bentuknya sebagai tontonan selalu ditunjang oleh empat unsur, yaitu unsur idea, unsur pemain, unsur tempat dan unsur penonton.
Unsur idea, Unsur idea sangat penting untuk memulai pertunjukkan. Unsur ini dapat berupa plot cerita yang disampaikan langsung pada pemain atau dituliskan berupa nasikah. Cara yang pertama banyak dilakukan oleh jenis teater tradisional, sedangkan cara yang kedua banyak dikerjakan oleh jenis teater modern.
Unsur pemain. Pemain atau aktor bertugas “menghidupkan” tokoh-tokoh yang digambarkan oleh penciptanya dalam plot cerita (unsur idea). Pemain harus menafsirkan watak tertentu yang diinginkan oleh unsur idea.
Unsur tempat. Tempat atau panggung memang dapat membatasi pengarang drama dalam menggambarkan ide-ideanya, tetapi sekaligus juga memberi kesempatan untuk memusatkan semua gambaran dalam satu tempat tertentu. Dengan cara ini maka perhatian penonton dapat terpusatkan di satu tempat yaitu panggung.
Unsur penonton. Kedudukan penonton sangat menentukan sekali dalam setiap pertunjukkan drama. Mereka merupakan unsur yang sama pentingnya dengan unsur pemain atau unsur penting lainnya. Makin banyak penonton dalam suatu pertunjukan makin baik efeknya, bukan saja bagi penontonnya itu sendiri melainkan juga bagi pemainnya.

4. Bagian-Bagian Dalam Drama
Dalam menvisualisasikan sebuah lakon, pada dasarnya mempertunjukan bagian-bagian dari keseluruhan lakon drama. Adapun bagian-bagian yang erat hubungannya dengan pertunjukkan drama ialah : babak adegan, prolog, dialog, monolog dan epilog.

4.1 Babak
Babak merupakan bagian terbesar dalam sebuah lakon drama, pengarang cerita dapat mengatur lakonnya: apakah terdiri dari satu babak atau lebih, hal ini tergantung dari panjang pendeknya lakon yang dikarang. Biasanya untuk menandai berakhirnya suatu babak diperlihatkan adanya perubahan setting. Perubahan setting dapat berupa perubahan waktu kejadian atau tempat kejadian.
Contoh :
- Lakon drama Dag Dig Dug karya Putu Wijaya setiap babaknya ditandai dengan perubahan waktu kejadian.
- Lakon drama Tengul karya Arifin C. Noer setiap babaknya ditandai dengan perubahan tempat kejadian.

4.2 Adegan
Adegan adalah bagian-bagian dari setiap babak. Sebuah adegan hanya menggambarkan suatu suasana yang merupakan rangkaian dari rentetan suasana-suasana yang terdapat dalam sebuah babak. Untuk menandai berakhirnya sebuah adegan biasanya terjadi penambahan atau pengurangan para pelaku diatas pentas namun tidak merubah settingnya.
Berikut ini dituliskan salah satu adegan dari lakon drama Kapai-Kapai karya Arifin C.Noer. ditulis disini Bapak kedua, adegan ke-5

BAGIAN KEDUA
BURUNG, DIMANAKAH UJUNG DUNIA ?
5
Abu tepekur
YANG KELAM : Ini adalah tahun 1960. ini bukan tahun 1919. Dia akan mati pada tahun 1980. Sudah waktunya kerut ditambah pada dahinya.
Dia diberi kerut pada dahinya.
ABU : Tobat, apa yang telah kaulakkan ?
YANG KELAM : Menyobek kalender.
ABU : Hilang lagi.

6.Dan seterusnya.

4.3 Prolog
Prolog adalah kata pendahuluan dalam suatu lakon drama sebagai pengantar secara umum tentang lakon yang akan disajikannya. Dengan demikian prolog memiliki fungsi mempersiapkan penonton untuk dapat mengikuti pada suasana lakon yang segera akan disajikannya. Pada kesempatan ini pula tidak jarang disampaikan susunan para pemain dan staf produksi pementasan serta sinopsis lakon.
Berikut ini dituliskan prologf dari lakon drama Romeo dan Julia karya Wiliam Shakespeare :

Pada dua keluarga bangsawan yang sama megah
Di kota Verona yang indah, tempat cerita ini,
Meletuslah kembali permusuhan yang sedekala,
Hingga warga sama warga saling membunuh dan mati.
Dari kaum yang bermusuhan di kedua pihaknya.
Lahirlah dua sejoli dirundung malapetaka.
Oleh nasib yang malang, dalam makam mereka
Terkuburlah persabungan para ayahanda.
Kisah sedih sepasang kekasih yang sampai ajalnya.
Dendam khazumat antara ayah yang tak kunjung henti,
Sebelum ditebus oleh nyawa para putrandanya,
Akan tuan saksikan dalam dua jam ini.
Apakah pula aib celanya, dengan hikmah tuan
Permaianan ini hendak menuju keutamaan.

4.4 Dialog
Merupakan percakapan antara pemain, biasa pula disebut “wawankata”. Pengucapan dialog haruslah disertai dengan penjiwaan emosional disamping artikulasi dan volume yang diucapkan cukup jelas terdengar. Dialog adalah satu-satunya cara pengarang untuk mengungkapkan ide atau gagasan yang dirasakannya.
Berikut ini dituliskan dialog Letnan van Aken dengan Kapten de Borst dalam film November 1828 yang disutradarai oleh Teguh Karya.
contoh:
(INT) PENDOPO DEPAN RUMAH KROMOLUDIRO MALAM
Nampak jelas bahwa di anatar Letnan van Aken dan Kapten de Borst ada penyekat yang tidak mungkin bisa terbuka. Letnan Van Aken berjalan ke batas kerangkengnya dan berbicara pada Kapten de Borst yang berada diluarnya.
LETNAN VAN AKEN : Kau harus hentikan pertumpahan darah yang lebih banyak lagi. Hari ini kau berhasil menembak salah seorang dari orangmu. Apa kau yakin tidak ada lagi yang lain, yang jumlahnya mungkin lebih banyak lagi ?
KAPTEN DE BORST : (dari balik kerangkeng). Akan kutembak lagi kalau masih ada yang lain
LETNAN VAN AKEN : Kalau semua dari mereka ?
KAPTEN DE BORST : (bangkit dan menghampiri kerangkeng itu. Lalu bicara dengan keras). Semua akan kutembak !
Apa kau kira aki tidak punya harga diri?
Apa kau kira aku tidak sedang mengejar karir dalam ketentaraan ?
Tanyakan padaku berapa umurku saat ini !
Tiga puluh sembilan.
Tanyakan Bauer, tanyakan ten Have, tanyakan Sollewijn berapa umur mereka?
Letnan van Aken terdiam melihat frustrasi yang mendalam dibalik wajah rekannya itu.

4.5 Monolog
Monolog adalah suatu percakapan seorang pelaku dengan dirinya sendiri. Dengan melakukan monolog, penonton dapat mengetahui, gejolak perasaan yang sedang dirasakannya oleh pemain pada waktu itu.
Perhatikan cuplikan monolog tokoh Larasati dalam Lakon Kuda Perang, sebuah lakon adaptasi dari Egmont karya Goethe.
LARASATI : Kakang Purbatura, kaukah itu ? tak ada siapa-siapa? Aku akan menaruh lampu ini di jendela. Mungkin ia akan melihat bahwa aku masih bangun. Bahwa aku masih menunggunya. Ia berjanji akan memberi khabar…….memberi khabar……….?
Mengerikan……..! Pangeran Angkaraksa ditangkap ! Pengadilan mana yang mempunyai wewenanguntuk memanggil dia? Mereka berani menangkapnya? Baginda yang menghukum dia, ataukah Adipati Andalan ? Ratu Pramodarwardhani mengundurkan diri. Pangeran Jinggalaras was-was seperti juga teman-temannya. Ini kah dunia yang penuh tingkah dan penghianatan, sementara aku tak berpengalaman apa-apa? Ini kah dunia?
Siapa yang sanggup berbuat begitu hina, begitu kurang ajar, dengki, mendendam seorang yang begitu baik……..?
Oleh Pengeran Anggaraksa, aku mintakan do’a keselamatan di hadapan Dewata, semoga selamat seperti ketika berada dalam genggaman tanganku…………………dst.

Epilog
Epilog merupakan kata penutup yang dipergunakan untuk mengakhiri suatu pementasan lakon drama serta berguna untuk menyimpulkan dan menarik pelajaran dari apa yang telah terjadi pada pertunjukkan di atas pentas tadi.